Oleh M. Sanusi Madli*
Senin, 28 Oktober 2019, jagat raya Aceh dihebohkan oleh kabar barita penggerebekan seorang oknum kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) disebuah hotel di kawasan Peunayong Banda Aceh, Oknum tersebut tertangkap basah melakukan perbuatan meusum bersama wakil nya, sontak kabar itu tersiar begitu cepat, betapa tidak, publik sangat terkejut dengan kabar perbuatan amoral yang dilakukan oleh dua orang tenaga pendidik, sebelumnya publik tak pernah membayangkan akan ada sosok tenaga pendidik yang melakukan perbuatan yang tidak mendidik, bahkan perbuatan tersebut telah mencoreng dunia pendidikan.
Cerita ini akan dikenang sepanjang waktu atas gelapnya dunia pendidikan, dunia dimana tempat generasi masa depan di bentuk, sayang nya, pihak yang dipercaya sebagai tenaga pendidik justru melakukan perbuatan yang jauh dari dunia moral, dunia pendidikan, betapa mirisnya masa depan kita.
Saya teringat sebuah pepatah bijak mengatakan “guru kencing berdiri, murid kencing berlari” pepatah tersebut dapat kita pahami secara sederhana, bahwa murid akan mencontoh prilaku gurunya, bila gurunya melakukan kebaikan, tentu muridnya akan melakukan kebaikan dengan pengembangan sesuai kreatifitas masing masing, namun bila guru melakukan perbuatan negative, tentu muridnya pun akan mencontoh serta mengembangkan nya dengan kreatifias nya masing masing.
Contoh buruk yang diperlihatkan oleh oknum guru tersebut, telah meresahkan banyak pihak, betapa tidak, mereka itu bukan lah guru biasa, tetapi pemandu sekaligus pengelola dari para guru guru, yang seharusnya berperan untuk mengelola para guru untuk menjadi tenaga pendidik yang berkualitas, contoh teladan bagi murid murid nya, sehingga lahir generasi yang berkualitas, yang akan menjadi pelaku perubahan dimasa yang akan datang.
Secara naluri sikap dan prilaku seorang guru akan turun kepada muridnya, apalagi pada para siswa yang masih dalam tahapan mencari, mencari jati diri, mencari format gaya yang ideal, dan mencari hal lain yang berkaitan dengan prilaku, dalam masa pencairan ini, apa yang ada di sekitar nya dipelajari lalu di contoh, bahkan dijadikan sebagai gaya sehari hari.
Peristiwa tersebut menjadi pelajaran buat kita semua, agar kiranya dapat kita hindari sedini mungkin, menjalankan kehidupan sesuai dengan garis syariat, umumnya perselingkuhan itu terjadi akibat interaksi yang padat, bertemu, bertatap muka dalam waktu yang cukup, dengan penampilan yang menarik, sehingga bibit bibit buruk itu tumbuh dan disiram oleh syaithan sehingga ia mekar.
Para wanita atau laki laki umumnya mempercantik diri saat berada ditempat kerja, sehingga menarik perhatiaan rekan kerja nya, dari perhatian timbul rasa, timbul pertemuan dan seterusnya, sementara dirumah, berpenampilan seadanya, bahkan yang lebih parah lagi, waktu untuk berinteraksi dengan suami atau istri lebih sedikit dibandingkan dengan waktu interaksi dengan rekan kerja nya.
Kepada para wanita atau laki laki, berhati hati lah dengan anak panah syaithan, karena iya dapat menghancurkan kita, masa depan kita serta masa depan anak anak kita, bila sudah ribut, sudah cerai, apa jadinya, oleh karena itu, sebelum itu semua menghantam dan menghancurkan kehidupan kita, mari kita ikuti segala aturan yang berlaku dalam agama kita, Allah menciptakan aturan demi menjaga diri dan masa depan kita, untuk kebaikan kita, menjauhi ikhtilat, interaksi yang tidak perlu, membatasi komunikasi yang tidak perlu serta menjaga pandangan, dan senantiasa berusaha untuk menjauhi dari perangkap syaithan, mudah mudahan kehidupan yang bahagia, keutuhan rumah tangga dapat terjaga serta terbina dengan baik.
Mudah mudahan angka penceraian akibat perselingkuhan dapat berkurang di Aceh, serta angka anak anak terbengkalai akibat perang para orang tua dapat terkurangi, karena anak yang luput dari perhatian orang tua rentan menjadi generasi yang tidak baik bahkan menjadi penyakit dalam masyarakat, oleh karena itu mari sama sama kita jaga, mudah mudahan melahirkan generasi yang baik, yang berkualitas, dari keluarga yang bahagia, utuh dan berkualitas.
Penulis adalah Operator SIDARA Dayah Al ‘Athiyah