Pendidikan Hafidz-Hafidzah Terus Tumbuh Di Kota Gemilang

Suara riuh bacaan ayat-ayat suci Alquran terdengar hingga pintu pagar Masjid Baitusshalihin, Ulee Kareng, Kota Banda Aceh.

Dari halaman masjid, Senin pekan lalu, terlihat jelas, anak-anak pria dan wanita sibuk menghafal ayat demi ayat, sambil memengang masing-masing satu kitab suci Alquran di tangan.

Mereka telah dikelompokkan dengan jumlah 10 anak dan setiap kelompok dibimbing satu ustadz. Kelompok pria, pembimbingnya adalah ustadz, sedangkan wanita seorang ustadzah.

Walau terlihat setiap anak sibuk dengan hafalan masing-masing, jika telah tiba giliran, maka diminta hafalannya untuk disetor pada ustadz atau ustadzah yang telah ditunjuk.

Memang, Masjid Baitusshalihin Ulee Kareng menjadi salah satu masjid yang dipilih panitia, untuk melaksanakan program nasional 20 hari menghafal alquran non karantina. Dari ratusan anak-anak di sana, terdapat seorang peserta bernama Aufar Ghazian Putra Agsha (15). Ditemui media ini disela-sela kegiatannya menghafal, dia mengaku senang bisa menjadi salah satu peserta menghafal alquran non karantina, karena tidak harus menginap seperti program hafalan yang sebelumnya ada di Kota Banda Aceh.

Menurutnya, program seperti ini diminati banyak anak-anak, termasuk dirinya karena bisa tinggal di rumah masing-masing, dan hanya datang dipagi hari untuk menambah ilmu serta setoran hafalan sejak pukul 8.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. “Kita bisa tinggal dan berpuasa dengan kedua orang tua di rumah. Tapi, kita juga bisa menghafal Alquran,” ungkap Aufar, yang mulai tahun ini menjadi siswa SMA Modal Bangsa, Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar.

Aufar juga menceritakan ketertarikannya menghafal Alquran dimulai sejak dua tahun terakhir. Dan, itu dia lakukan tampa sedikit pun ada paksaan dari kedua orang tua. “Suka saja, lihat syech-syech yang menghafal Alquran dengan suara merdu, dari situ saya mulai suka,” jelas warga Gampong Pineung, Syiah Kuala, Banda Aceh ini.

Dia sendiri mengaku hampir menghapal satu juz, dengan waktu sekitar 15 hari lagi, dia berharap dapat menghafal tiga juz seperti target yang telah dibebankan panitia. “Memang, kalau di rumah selalu menghafal sendiri dibimbing sama Mama,” jelas Aufar.

Dia berharap, setelah berakhir program ini, dapat menambah motede-metode khusus dalam menghafal Alquran dan bisa melanjutkan sendiri program hafalan seperti ini di rumah.

“Targetnya, terus menambah hafalan sebanyak-banyaknya, walaupun program ini nanti berakhir. Dan berharap bisa menjadi hafidz yang baik dalam menghafal,” harap siswa yang baru lulus dari SMPN 6 Banda Aceh.

Pengakuan sama juga diamini peserta dari kelompok putri. Namanya Najwa (8). Dia mengaku senang dengan adanya program ini, sehingga bisa memperdalam dan menambah hafalan yang sebelumnya sudah dimiliki.

“Kami juga mengaji di Masjid Gampong Pineung, tapi karena ini bulan puasa saya memilih ikut di sini. Jadi, kalaupun tidak ada program ini saya sudah menghafal sendiri di rumah,” ungkap warga Gampong Pineung, Kota Banda Aceh.

Najwa mengaku mulai tertarik menghafal Alquaran kerena ditempatnya bersekolah, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Jambo Tape juga memberlakukan para siswa dan siwi untuk menghafal alquran.  Dari keharusan itu, lama-kelamaan mulai merasa nyaman dan terus tertarik dengan Alquran.

“Kalau mulainya sejak masuk MIN, sudah coba-coba menghafal. Insyaallah sudah selesai satu juz sekarang,” katanya mengakui.

Najwa mengaku, kedua orangtuannya juga sangat mendukung keinginnanya itu dan selalu berpesan untuk terus menambah hafalan. “Semoga bisa hafal tiga juz di sini,” harap Najwa dengan wajah tersipu malu.

Sementara itu, pimpinan panitia hafalan non karantina di Masjid Ulee Kareng, Ustad Sayuti menjelaskan. Ini merupakan program Masudi yang diselenggarkan seluruh Indonesia. Di Aceh dibagi menjadi dua bangian, diantaranya: program hafalan non karantina dan hafalan karantina.

Untuk program karantina, para santri pria dan wanita diinapkan disatu tempat dengan fokus pada hafalan Alquran selama 20 hari selama ramadhan. Sementara, program non karantina, para santri pria dan wanita tidak diinapkan, dana hanya diwajibkan datang ke masjid yang telah ditentukan sebagai tempat kegiatan dipusatkan.

Program hafalan karantiana diselenggarakan pada dua titik di Aceh yaitu, Kota Banda Aceh dan Sabang. Sedangkan, program non karantina diadakan dibeberapa kabupaten dan kota seperti, Banda Aceh, Lhoksemawe dan Aceh Selatan. Namun, menurutnya program hafalan non karantina ini yang banyak diminati anak-anak dan  animo anak-anak terus meningkat di Banda Aceh.

Terbukti tahun 2017 lalu, pihaknya hanya mengadakan program semacam ini di Masjid Oman  (Lampriet), Banda Aceh). Namun, karena peserta terus bertambah, maka tahun ini harus diadakan dibeberapa masjid di Banda Aceh.

Pada media ini, Ustad Sayuti menyebutkan. Selain di Masjid Ulee Kareng, ada di beberapa masjid lain di Banda Aceh, diantaranya; Masjid Lamgugob, Masjid Lueng Bata, Masjid Kampong Keuramat dan Masjid Teuku Umar serta Keutapang. Sementara, diluar Banda Aceh ada di satu Masjid Kabupaten Aceh Selantan, dan satu Masjid Kota Lhokseumawe.

Terlebih, bila dibandingkan dengan tahun lalu (2017), para peserta naik hingga 100 persen di tahun 2018 atau  mencapai 2000 anak yang ikut. Panitia juga tidak membatasi umur peserta, dan yang ikut dalam program ini mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

“Yang kita tawarkan dalam program itu bukan saja menghafal Alquran. Tapi, juga menghafal nomor ayat hingga halaman. Kita harapkan, dengan metode seperti ini, hafalan anak-anak bisa sempurna,” ucap Ustadz Sayuti ditemani Ustadz Nazar Rizal, yakin.

Pengakuan Ustadz Sayuti, panitia hanya membebankan tiap peserta dengan biaya Rp 300 ribu. Dari jumlah itu, setiap peserta mendapat sertifikat, buku mutabah’ah, pin dan bimbingan internet 24 jam nonstop.

Dia menerangkan, program hafalan ini telah dimulai pada satu ramadhan diakhiri pada 20 ramadhan dengan target, anak-anak dapat menghafal hingga tiga Juz. Dia optimis dengan kemampuan guru hingga 22 orang, anak-anak dapat menyelesaikan tiga juz dalam 20 hari.

Kedepan, jika program ini terus berlanjut maka pihaknya akan menambah beberapa masjid yang akan dijadikan sebagai tempat kegitan. Dengan target, setiap masjid di Banda Aceh akan menyelenggaraskan program hafalan non karantina.

Pihaknya juga terus melakukan penambahan di sejumlah kota dan kabupaten lain di Aceh, baik program hafalan non karantina dan program karantina. Ini sejalan dengan animo anak- anak di Aceh yang terus meningkat dalam menghafal Alquran. Maka tak tertutup kemungkinan, Peovinsi Aceh akan melahirkan ribuan penghafal Alquran yang bagus dan bisa mengahrumkan Aceh di tingkat dunia.

“Saya melihat, ketertarikan menghafal Alquran tidak hanya ada pada anak-anak. Tapi, juga didukung penuh kaum ibu-ibu. Ini bagus untuk perkembangan menghafal Alquran di Aceh. Karena telah tumbuh mainset, anak mereka harus menjadi hafidz, dan menjadi hafidz adalah pekerjaan mulia,” ujar Ustadz Sayuti yang mengaku akan bertolak ke Bangkok (Tahiland), menjadi imam di satu masjid, negeri gajah putih ini.(Redjuara)