Banda Aceh, Gemilang Dalam Toleransi

Bandar Aceh Darussalam dibangun diatas puing-puing reruntuhan Kerajaan Hindu dan Budha pada hari Jum’at 1 Ramadhan 601 H (22 April 1205 M) oleh Sultan Alaidin Johansyah di Gampong Pande. Sebagai Ibukota Aceh dari masa ke masa Banda Aceh menjadi tempat persinggahan berbagai bangsa di dunia.

Banda Aceh berpenduduk 273.951 jiwa (BPS Tahun 2015) dengan Luas Wilayah 61,36 Km2 terdiri dari atas 9 Kecamatan dan 90 Gampong. Pada masa abad-abad 16-17 Banda Aceh menjadi Kota Multi Etnis, berbagai bukti peninggalan sejarah menunjukkan Kota Banda Aceh menjadi tempat bertemunya berbagai bangsa-bangsa di dunia. Kehidupan beragama terjalin dengan baik dengan saling menghomati. Umat Islam di Kota Banda Aceh sangat menghargai atas perbedaan keyakinan, dan ini tentu saja menunjukkan sisi mulia dari umat mayoritas.

Sepanjang sejarah belum pernah terjadi konflik atas nama agama di Kota Banda Aceh, kehidupan ini telah berjalan sejak dulu sampai kini. Badan Kesbangpol Kota Banda Aceh melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang terdiri dari perwakilan umat agama secara rutin terus bekerjasama dan bersilaturahmi mencegah dan menjaga agar Kota Banda Aceh senantiasa aman dan nyaman. Berikut data terkait penduduk dan rumah ibadah di Kota Banda Aceh: Jumlah Penduduk menurut agama di Kota Banda Aceh: 1. Islam 270.393 Jiwa, 2. Kristen Protestan 508 Jiwa 3. Kristen Katholik 600 Jiwa 4. Budha 1300 Jiwa, dan 5. Hindu 150 Jiwa . Jumlah rumah Ibadah di Kota Banda Aceh: 1. Mesjid 92 Buah, 2. Gereja Protestan 3 Buah 3. Gereja Katholik 1 Buah, 4. Pura 1 Buah, 5. Vihara 4 Buah, dan 6. Klenteng 1 Buah Berlatar belakang sosial masyarakat sangat heterogen kehidupan masyarakat dan kerukunan antar umat beragama di Kota Banda Aceh berjalan dengan baik dan harmonis.

Hal ini tentunya membantah pernyataan negative yang menduga-duga sebaliknya, bisa jadi para peneliti tidak mengunjungi atau tinggal berdomisili di Kota Banda Aceh. Datanglah ke Banda Aceh, singgahi seluruh sudut kota ini. Anda bisa mewawancarai atau memastikan langsung ke tempat-tempat umat beragama minoritas tinggal dan berdomisili. Tidak ada perbedaan, tidak ada diskriminasi dan tidak ada yang ditinggalkan. Lihatlah warung-warung kopi tempat berkumpul seluruh warga dengan berbagai etnis dan agama, semua larut dalam gelas kopi Aceh yang nikmat dan menawan. Seperti penutur orang-orang tua Jak Beutroeh Kalen Beudeuh Bek Rugoe Meuh Saket Hate (datang lebih dekat dan lihat lebih jelas). Selamat Datang di Kota Banda Aceh, Gemilang dalam Toleransi. (HP)