Zakat Konsep Jaminan Sosial Dalam Islam

Oleh Bung Syarif*

Islam agama yang sempurna, mewajibkan umatnya yang sehat untuk bekerja produktif, bukan peminta-minta. Bagi mereka yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan sehari-harinya, maka ia berhak mendapatkan jaminan sosial dari keluarga yang mampu. Dan keluarga yang mampu berkewajiban memberi bantuan serta bertanggungjawab atas nasbibnya.

Namun pada kenyataannya, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan nafkah kepadanya. Lantas kepada siapa golongan fakir dan miskin akan bersandar? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup terlantar di bawah tekanan kemelaratan dan kelaparan, sementara di sekitar mereka terdapat orang-orang kaya yang hanya bisa menyaksikan “nasib naas” mereka, lalu bagaimana sikap kita selaku seorang muslim.

Tujuan disyariatkan zakat diantaranya untuk mencukupi kebutuhan fakir miskin, selain juga sebagai pembersih harta dari unsur-unsur syubhat. Rezeki yang kita terima mestinya disyukuri dengan menjalankan segenap perintah dari Allah swt diataranya menunaikan perintah zakat, infaq dan sadaqah.

Sampai-sampai ketika Rasulullah mengutus Muaz bin Jabal bertugas ke Yaman, beliau tidak menyebut suatu kelompok kecuali para fakir miskin. Beliau memerintahkan agar memungut Zakat dari orang-orang kaya dari kalangan mereka sendiri, kemudian membagikan harta tersebut kepada fakir dan miskin dari kalangan mereka juga.

Memang jika zakat dihitung dari satuannya hanya merupakan jumlah harta sedikit, namun jika dikelola dengan manajemen yang profesional oleh negara (Baitul Mal) menjadi sumber dana yang besar dan menjadi pilar ekonomi muslim yang dahsyat.

Zakat merupakan harta yang diambil dari orang kaya yang telah mencapai nisab atau kadar yang ditentukan oleh Allah. Misalnya bagian sepersepuluh atau seperduapuluh dari hasil tanaman yang berasal dari biji-bijian, ubi-ubian dan palawija menurut pendapat yang terkuat. Hal ini berdasarkan dari keumuman firman Allah dalam surah Al-Baqarah 267 yang berbunyi:

“Dan Sebagian dari apa-apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kalian”. Dan juga bersasarkan hadits nabi yang artinya: “Terhadap apa-apa (tanaman-tanaman) yang disiram air hujan zakatnya sepersepuluh, dan terhadap apa-apa (tanaman-tanaman) yang disiram dengan menggunakan alat zakatnya seperduapulih” (HR Bukhari-Muslim).

Ada ulama yang berpendapat wajib hukumnya zakat profesi yang ini terurai dengan terang benderang dalam Kitab yang ditulis Yusuf Qardhawi yang berjudul “Zakat Profesi”. Pada zaman sekarang ini, gedung-gedung, pabrik-pabrik dan benda-benda lainnya yang tidak bergerak dapat menghasilkan omset ratusan juta atau milyaran, dapat diqiyaskan dengan tanah pertanian tersebut 2,5 % dari sejumlah uang atau barang dengan milik setiap muslim yang telah mencapai nisab, dan tidak menanggung hutang serta merupakan kelebihan dari kebutuhan-kebutuhan hidupnya yang pokok.

Barang-barang yan zakatnya seukuran dengan ini adalah binatang ternak yang dipelihara untuk penghasilan dan dikembangbiakkan. Adapun harta peninggalan, yaitu yang ditinggalkan oleh orang-orang zaman dahulu, zakatnya adalah seperlima. Demikian pula hasil barang tambang, zakatnya seperlima. Semua barang-barang yang harus dikeluarkan zakat seperti yang telah kami sebutkan diatas dalam istilah ulama fiqih dikenal dengan zakat mal atau zakat yang berkenaan dengan harta.

Selain itu, masih ada zakat yang berkenaan dengan zakat jiawa atau zakat fitrah, yang dilakukan untuk peleburan dosa-dosa kecil yang telah mengotori ibadah puasa Ramadhan yang baru saja kita tunaikan. Disamping itu pula zakat fitrah wujud solidaritas masyarakat Islam terhadap fakir miskin agar bisa turut serta merasakan kebahagiaan dai hari raya Idul Fitri secara bersama-sama. Hal ini sejalan denga hadist nabi yang artinya:

“Rasulullah telah menetapkan wajibnya zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi orang-orang yang berpuasa dari omongan dan perbuatan kotor dan sebagai suatu hidangan bagi orang-orang miskin (HR Ibu Majah, Abu Daud dan Hakim)

Itulah zakat yang diperintahkan oleh Allah kepada kita sebagi salah satu dari implementasi rukun Islam yang ketiga. Kalau kita telah menunaikannya dan dikelola secara profesional oleh Baitul Mal akan menjadi sumber perekonomian alternatif dan manjadi konsep jaminan sosial bagi muslim. Namun ironisnya zakat menjadi konsep dan sistem jaminan sosial dalam Islam belum berjalan dengan baik secara umunnya dan khusususnya di 23 Kab/Kota di Aceh yang telah menerapkan syariat Islam. Tentu kita dorong Baitul Mal akan lebih profesional dan transparan dalam mengelola zakat sebagai dana umat.

Orang-orang yang menahan zakat itu, pada hari kiamat kelak akan berada di dalam neraka (HR Imam Tabrani). Dalam QS At-Taubah ayat 34-35 Allah telah menjelaskan ancamannya dengan terang benderang yaitu:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,. Pada hari itu, dipanaskan emas dan perak (tersebut) di dalam neraka Jahannam, lalu dengannya dibakar dahi, lambung, dan punggung mereka (lalu dikatakan kepada mereka), Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.

Rasanya ancama siksa Allah bagi orang-orang yang tak mau menunaikan zakat cukup mengerikan dan merinding bulu kita. Lebih-lebih siksa neraka yang tak kenal ampun. Sehari di neraka sama dengan seribu tahun waktu dunia. Na`udzubillahi min dzalik

Disamping itupula Allah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang menunaikan zakatnya dengan pahala yang besar. Ini bisa dilihat dalam Qs Al Baqarah ayat 261 yang berbunyi:

“Perumpaman (Infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah adalah serupa sebutir beih yang menumbuhkan tujuh tangkai, Pada tiap-tiap tangkai terdapat seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) siapa saja yang ia kehendaki. Dan Allah Maha Luas pemberiaan-Nya lagi maha mengetahui”. Harta yang dinafkahkan kejalan Allah sejatinya bukan berkurang akan tetapi bertambah dan menjadi investasi akhirat yang bernilai guna. Lantas apakah kita masih doyan menumpuk harta? Ini saat yang tepat, donasikanlah (zakat, ifaq dan sadaqah) hartamu kejalan Allah bagi orang-orang yang memiliki kelebihan harta.

 

*Penulis adalah Presidium Alumini Hukum Ekonomi Syariah (IKAHES) FSH UIN Ar-Raniry, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Ketua Komite Dayah Terpadu Inshafuddin, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Kaum Syarikat Islam Aceh