Oleh: Muhammad Syarif, SHI,M.H*
Pandemi covid-19 terus meningkat bahkan menimbulkan korban jiwa dan kerugian pada aspek sosial, ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Landasan ini pula menjadi narasi sosiologis lahirnya Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penggunaan Masker Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 Juncto Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 25 Tahun 2020.
Ikhtiar Bang Carlos sapaan akrab Walikota Banda Aceh dalam memutuskan mata rantai corona yang mewabah dunia dan nusantara, patut diapresiasi. Gerak cepat sang mantan Direktur Bank Aceh ini dalam memutuskan mata rantai penyebaran covid-19 juga diapresiasi politisi Partai Amanat Nasional, Ismawardi. Ia menilai kebijakan yang dilakukan oleh bapak wali kota bersama wakilnya dalam upaya menjaga warganya agar tidak terinfeksi virus Corona ini merupakan hal yang luar biasa. Patut ditiru oleh pemimpin lainnya di Aceh. “Ini patut dicontoh oleh pemimpin lain di Aceh, yang langsung membuat Perwal untuk menjaga warganya agar tidak terjangkit virus Corona, kemudian turun langsung sendiri memantau pelaksanaan Perwal tersebut,” ujar politis Partai Amanat Nasional (PAN) Banda Aceh itu.
Menjaga keselamatan wargannya adalah hukum tertinggi. Semangat ini pula mengilhami Walikota Banda Aceh untuk mengeluargkan “regeling masker”. Regeling ini pula menjadi corong seluruh Kepala Dinas, Badan dan Camat hingga Keuchik guna memberikan penyuluhan kewajiban masyarakat Kota Banda Aceh khususnya dan warga Aceh umumnya yang melintasi Kutaraja, untuk memakai masker. Kegiatan kampanye massif jajaran kabinet gemilang terus melambai bansigoem Kutaraja baik melalui radio, spanduk, banner, berita dan tindakan nyata dilakoni jajara elit Kabinet Gemilang.
Keberlakuan regeling masker diyakini manjur, ini terlihat dengan kesadaran Warga Kutaraja menggunakan masker setiap keluar rumah yang menjadi landasan sosiologis Perwal Nomor 25 Tahun 2020, tentunya jika melanggar akan ada sanksi yang tegas.
Soerjono Soekanto, mengatakan efektiftas pemberlakuan hukum didasari oleh lima faktor yaitu pertama: materi hukumnya sendiri, kedua: aparat penegak hukum, ketiga: sapras hukum, keempat: kesadaran masyarakat dan kelima: faktor budaya.
Tentunya regeling masker ini, akan tumpul jika tidak diberikan sanksi bagi warga yang melanggarnya. Tentunya sebelum diberikan sanksi (hukuman), Pemerintah Kota Banda Aceh telah melakukan upaya “pemenuhan sapras hukum” diantaranya; membagi masker bagi warga, sebanyak 20 ribu masker yang telah disiapkan sebelum regeling ini di “tiktok” (baca eksekusi). Pembuatan maskerpun melibatkan UMKM dalam memproduksikannya. Tentu sesuai standar yang ditentukan.
Bang Carlos berlari kencang dalam melakukan lompatan hukum, guna melindungi warganya. Disaat Kepala Daerah Kabupaten/Kota belum bergerak, Bang Carlos dan Cek Zainal terus berkhitmad dan berikhtiar dengan sepunuh jiwa, demi menjaga keselamatan warganya.
Regeling masker ini pula melalui gugus tugas covid-19 terus melakukan pembinaan terhadap kewajiban penggunaan masker bagi masyarakat dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19 dalam bentuk sosialisasi, pembagian masker. Camat, Keuchik, Ulee Jurong, Kader PKK Gampong dan Para Kepala Dinas dituntut bergerak serentak dan seirama guna memastikan regeling masker tiktok.
Adapun bagi warga yang melanggar dikenakan sanksi berupa, pertama: peringatan tertulis yang disertai pencatatan indentitas oleh petugas dan menandatangani pernyataan bersedia memakai masker, kedua: tidak memberikan pelayanan pada fasilitas publik, ketiga: penarikan sementara identitas kependudukan pelanggaran bagi yang melakukan pelanggaran secara berulang. Sementara bagi warga diluar Kutaraja bagi yang tidak seumateh diwajibkan keluar dari wilayah Kota Banda Aceh. Kita berharap corona akan hilang di bumi Serambi Mekkah.
*Penulis adalah Sekjend DPP ISKADA Aceh, Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Banda Aceh, Ketua Umum Remaja Masjid Raya Baiturrahman Dua Periode (2006-2012), Dosen Legal Drafting Prodi Hukum Tata Negara UIN Ar-Raniry.