Punca Allah Turunkan Bala

Oleh: Dr. Hasanuddin Yusuf Adan,MA*

MUQADDIMAH

Seorang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah sangat meyakini kalau segala sesuatu yang wujud dalam hidup dan kehidupannya merupakan datangnya dari Allah SWT. Karena Allah lah yang menciptakan dunia raya dan isi semuanya sehingga Allah pulalah yang mempunyai kreasi di atasnya. Kalaupun ada kreasi manusia tidak terlepas dari ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Dan Tuhanmu Maha Kaya, lagi mempunyai rahmat. Jika Dia menghendaki niscaya Dia memusnahkan kamu dan menggantimu dengan siapa yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain (Al-An’am: 133). Walaubagaimanapun, Allah sangat selektif untuk melakukan semua itu, dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan (Hud: 117).

Segala sesuatu yang Allah lakukan terhadap makhluknya tidak terlepas dari sebab dan penyebabnya, kalau tidak ada sebab maka tidak ada akibatnya seperti sebab sakit dalam waktu lama akibatnya mati, sebab kaum Luth berliwath maka akibatnya Allah turunkan hujan batu dan telungkupkan bumi, sebab seseorang malas belajar maka akibatnya ia menjadi orang bodoh, sebab seseorang malas beribadah maka akibatnya berdosa, dan seterusnya. Proses sebab akibat tersebut terus berlangsung selagi dunia ini masih wujud karena ia termasuk kedalam kategori alami sifatnya.

ANTARA BALA, BENCANA, MURKA, DAN MALAPETAKA

Ketika kita coba memaknai arti bala, bencana, dan murka serta malapetaka maka yang tergambarkan dalam persepsi kita adalah sejumlah kehancuran, kerugian, kesengsaraan, dan ketidak menentuan kehidupan manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bala adalah malapetaka, kemalangan, dan cobaan. Karenanya sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan, kecelakaan, bahaya disebut bala, contoh kalimatnya adalah: Pemimpin yang tidak jujur akan menimbulkan bala bagi negara dan bangsa. Sementara makna bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Makna murka menurut KBBI adalah sangat marah, contohnya: ia sangat murka mendapat perlakuan seperti itu. Murka Allah menurut wikipedia adalah sebuah bencana alam di luar kendali manusia, seperti gempa bumi atau tsunami, dimana tak seorang pun dapat memegang tanggung jawab. Sebaliknya, peristiwa politik atau buatan manusia luar biasa lainnya dianggap sebagai force majeure. Sedangkan malapetaka adalah kecelakaan; kesengsaraan; musibah, seperti kehendak orang: siapa pun tidak mengharapkan malapetaka datang menimpanya.

Baik bala, bencana, murka, maupun malapetaka memiliki akar pengertian serupa yang sama-sama mengandung nilai mudharat dan kerugian yang sulit diprediksi. Namun demikian dalam persepsi ummat manusia masing-masingnya memiliki perbedaan tersendiri terhadap kehidupan ummat manusia. Bala umpamanya, mengandung makna sesuatu hal buruk yang datangnya daripada Allah SWT terhadap hamba dan makhluknya yang disebabkan oleh ulah dan prilaku jahat dan salah yang dilakukan dan menyimpang dari ketentuan Allah. Bala bisa saja berbentuk nyata dan konkrit seperti tsunami, banjir, gempa, hujan batu yang mematikan makhluk, dan boleh jadi dalam bentuk fisik tetapi abstrak seperti penyakit tha’un (Corona), penyakit gila, gangguan syaithan dan semisalnya.

Sisi lain makna bala adalah malapetaka yang dalam pengertian harian dipahami sebagai kejadian alam yang lumrah dan sering terjadi karena ulah alam itu sendiri. Oleh orang-orang pragmatis dan sepilis mengartikannya demikian karena mereka tidak yakin kalau Allah Maha Kuasa attas segalanya di bumi ini. Makanya ketika terjadi gempa bumi, banjir, dan tsunami dianggap biasa saja dan tidak ada hubungan dengan zat yang Maha Mencipta, pemahaman semacam ini sesungguhnya milik kaum atheis, komunis, dan Leninis.

Sedangkan bencana juga tidak lari dari pengertian malapetaka dan bala, Cuma ia lebih dikaitkan dengan alam dan ulah manusia. Terkait dengan alam disebut dengan bencana alam seperti longsor, banjir, angin topan/bohorok, dan seumpamanya, terkait dengan ulah manusia seperti perambahan hutan yang mendatangkan banjir atau kekeringan, penciptaan bom atom yang memusnahkan negara dan bangsa, penggunaan zat kimia yang mematikan, dan seumpamanya. Pada dasarnya segala sesuatu yang dapat mematikan dan memusnahkan atau tidak tetapi dapat menghadirkan kesengsaraan, kemudharatan, kerugian tergolang dalam kategori bencana. Karenanya antara bala, malapetaka, dan bencana hanya memiliki perbedaan tipis dengan persamaan tebal.

Lain halnya dengan pengertian murka yang bermakna; sangat marah, atau kemarahan yang tidak terkendali, atau kemarahan yang memunculkan kebencian, atau kemarahan tanpa batas. Kalau seseorang sudah murka kepada orang lain maka yang murka itu akan membencinya dengan kebencian yang sangat amat luarbiasa dan tanpa batas kebenciannya. Ketika Allah yang murka kepada hamba dan makhlukNya maka Allah akan menurunkan bala, bencana, malapetaka atau apa saja namanya yang berefek kepada kematian, kehancuran, kemusnahan, tidak berdaya dan tidak berupaya keluar darinya, dan tak ada pihak yang mampu melawannya. Dalam keyakinan mukminin murka Allah itu turun ketika hamba ini tidak lagi melaksanakan perintah wajib seperti shalat, puasa, bayar zakat, dan haji. Sebaliknya mereka tidak meninggalkan dan melaksanakan yang dilarang Allah seperti judi, zina, minum khamar, membunuh, mencuri, merampok, menipu, murka terhadap dua orang tua, dan semisalnya.

Akibat dari itu semua murka Allah datang dalam bentuk bala, bencana, dan malapetaka dalam berbagai bentuk, termasuklah dalam bentuk wabah yang mematikan seperti tha’un, corona, HIV.AIDS, flu burung, flu babbi, SARS, dan sebagainya. Ketika Allah murka kepada ummat nabi Nuh yang tidak mau menyembah Allah maka banjir besar yang menghanyutkan dan mematikan menjadi bala bagi mereka. Manakala Allah murka kepada kaum nabi Luth yang homoseksual (liwath) maka bala Allah datang dalam bentuk hujan batu dan telungkupnya bumi yang memusnahkan bukan hanya manusia homoseks melainkan berimbas kepada hayawan dan tumbuh-tumbuhan. Ketika murka Allah turun kepada kaum nabi Syu’ib dan kaum nabi Shalih yang suka menganiaya dan mengurangi takaran timbangan maka gempa bumi dan banjir besar yang menjadi balanya.

Dalam kasus hari ini di mana dunia dhalim terhadap ummat Islam (di Uyghur Cina, di Rakhin State Myanmar, di India, di Falestine), dan di mana-mana, ditambah dengan prilaku liwath yang melanda Eropa, Amerika dan Asia, ditambah lagi dengan prilaku muslim yang beramai-ramai mengganyang muslim beriman dan melaksanakan ibadah kepada Allah, maka Corona Virus Desease 19 (Covid 19) bisa saja menjadi deskripsi murka Allah dalam bentuk bala dan malapetaka. Apalagi hampir seluruh penguasa negara mayoritas muslim di dunia tidak mau menjalankan hukum Allah (Syari’ah) untuk rakyat dalam negaranya, sebaliknya mereka mempermainkan syari’ah dengan berjinak-jinak dengan kafir musuh-musuh Allah sehingga dapat mengundang murka Allah dalam bentuk yang sangat amat beragam.

PENYEBAB DATANGNYA BALA

Tercatat dalam sejarah dunia minimal ada tiga faktor penyebab utama datangnya bala Allah kepada hamba dan makhlukNya. Ketiganya adalah faktor iman, faktor ‘ibadah, dan faktor akhlak, yang ketiganya sudah pernah berlaku terhadap ummat manusia yang pernah diutuskan para nabi dan rasul kepada mereka tetapi ummat nabi tersebut tidak mengindahkan ajakan nabinya. Faktor tidak mau berimannya Namrud kepada Allah dan menolak dakwah nabi Ibrahim dengan membakarnya menjadi penyebab murka Allah datang dalam bentuk bala berupa lalat yang menyerang Namrud sehingga mati terkapar.

            Tidak mau berimannya Fi’aun kepada Allah dan menolak ajakan nabi Musa untuk beriman kepada Allah menjadi penyebab turunnya murka Allah dalam bentuk malapetaka mati mengenaskan ditelan laut merah tanpa ampun. Faktor rusaknya ibadah hamba Allah seperti tidak mau melaksanakan shalat, tidak mau berzakat, tidak mau naik haji, tidak mau bersedekah, tidak mau saling membantu dapat mendatangkan murka Allah dalam bentuk yang sangat beragam seperti banjir berkali-kali bagi warga Jakarta, tsunami Aceh/Nias, tsunami Ambon, gempa bumi di Jogjakarta, dan sebagainya.

Faktor ambruknya akhlak/moral suatu kaum menjadi faktor utama hancur luluhnya kaum tersebut seperti kehancuran Abrahah dan tenteranya yang dengan bringas hendak menghancurkan Baitullah di Makkah. Bejatnya moral kaum nabi Luth yang tidak mau meninggalkan amalan liwath (homoseksual) sesama mereka membuat Allah murka dan menghancurkan mereka dengan hujan batu dan telungkupnya bumi tempat tinggal mereka sehancur-hancurnya. Prilaku homoseksual yang melanda Eropa dan Amerika hari ini merupakan upaya makhluk Allah dalam abad ini untuk mengundang murka dan bala Allah menyapa jagad raya ini. Prilaku amoral para penguasa sesuatu negara baik berupa korupsi, prostitusi, diskriminasi dan semisalnya juga bahagian lain upaya mengundang murka dan bala Allah dalam kehidupan generasi hari ini. Na’uzubillah.

*Penulis adalah Dosen Siyasah pada Fakultas Syari’ah & Hukum UIN Ar-Raniry, Email : diadanna@yahoo.com