Pontren BIMA Lahirkan Cedikiawan Muslim Internasional

Oleh Bung Syarif*

Januari 2019 kami berkesempatan melakukan study banding pada Pondok Pesantren (Pontren) Bina Insan Mulia (BIMA). Suasana lingkungannya sejuk, klasik dan bersih.  Awalnya Pontren BIMA ini bernawa Pontren Al Ikhlas Tegal Koneng.  Didirikan oleh almarhum KH. Sirojuddin tahun 1942. Abah Siroj, begitu panggilan akrab beliau, berhijrah dari Pondok Pesantren Bobos ke sebuah perkampungan yang pada saat itu dikenal masyarakat dengan nama Tegal Koneng. Di kampung itulah beliau membeli tanah lalu mendirikan tempat ibadah, rumah, dan tempat pengajian.

Seiring dengan waktu dan kiprah beliau di masyarakat, terutama di bidang keagamaan, maka dalam waktu yang tidak begitu lama, Tegal Koneng telah menjadi pusat pendidikan keislaman dan dakwah. Masyarakat kala itu mengenalnya sebagai Pondok Pesantren Tegal Koneng. Di masa itu, santri datang dari berbagai daerah sekitar, antara lain dari Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Uniknya, pada saat itu yang mau menjadi santri bukan hanya anak-anak usia pelajar, tapi juga para lanjut usia.

Bahkan pada dua hari khusus, yaitu hari Rabu dan Jumat, diadakan pengajian rutin yang langsung dipimpin Abah Siroj. Ratusan orang dari berbagai daerah sekitar berduyun-duyun mendatangi pengajian ini. Sepeninggal KH. Siroj, pesantren diteruskan oleh putra sulung beliau, yaitu KH. Anas Sirojuddin, alumnus Pondok Pesantren Kempek dan Pondok Pesantren Lasem. Di masa kepemimpinan KH. Anas Sirojuddin, sistem dakwah dan pendidikan di pesantren diperluas dengan mendirikan lembaga formal, antara lain: Madrasah Diniyah dan Madrasah Tsanawiyah, PAUD, dan Taman Kanak-Kanak.

Semua lembaga tersebut diberi nama Al-Ikhlas. Atas restu KH. Anas Sirojuddin, pada tahun 2012, Pondok Pesantren Al-Ikhlas diubah nama dan sistemnya secara total oleh putra bungsunya, yaitu KH. Imam Jazuli, Lc. MA, yang menjadi generasi ketiga dari KH.Sirojuddin. Nama pesantrennya diganti menjadi Pesantren Bina Insan Mulia (Pesantren BIMA) dimana seluruh santri diwajibkan tinggal di asrama agar dapat mengikuti seluruh proses dan aktivitas pendidikan pesantren.Dengan berlangsungnya sistem pendidikan di bawah manajemen Pesantren BIMA, maka perubahan besar telah terjadi. Lembaga pendidikan yang dulunya ada di pesantren Al-Ikhlas seperti Madrasah Diniyah,TK, PAUD, diserahkan dan dipindahkan kepada pihak masyarakat sekitar. Sementara tanah yang sebelumnya digunakan pesantren Al-Ikhlas dibeli oleh KH. Imam Jazuli, Lc.MA, pengasuh Pesantren BIMA, sekaligus membeli tanah di sekitar untuk perluasan area pesantren, kecuali Masjid dan sedikit pekarangannya karena telah diwakafkan sejak KH. Sirojuddin

Sistem pendidikannya diubah dengan tetap berpegang teguh pada asas untuk melestarikan warisan lama yang masih bagus dan menciptakan inovasi baru yang lebih bagus.  Pengalaman penulis saat melakukan studi komperatif tata kelola Pontren di Cirebon (di Aceh dikenal dayah), kami menilai gebrakan pak Kiyai Imam Jazuli (KIJ) sungguh luar biasa. Berkepribadian sederhana dan sarat gagasan inovasi. Di pontren-nya bukan hanya diajari kitab kuning, tahfidz al-qur`an akan tetapi juga dibahani berbagai ilmu lainnya seperti jurnalistik, broadcasting pertelevisian, bahasa asing terutama Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.

Kalau Dayah di Aceh dilarang menonton Televisi maka di Pontren ini wajib menonton TV terutama dalam rangka pembelajaran. Lokasi Pontren BIMA dipemukiman warga dikelilingi persawahan dan berciri kas bangunan klasik. Suasana adem. Disamping itu pula pontren ini santrinya diajarkan olahraga berkuda dan berenang. Yang menariknya sang KIJ memikirkan kesejahtera guru dan kenyamanan santri dalam menuntut ilmu. Kualitas santri benar-benar dijaga. Proses wisudanya selalu dilakoninya di Hotel berbintang. Menurut tafsiran kita tentu mubazir dan terkesan berpoya-poya. Saat kami gali kenapa mesti di Hotel berbintang, sang kiyai menjawab ia pingin santri BIMA, percaya diri diatas rata-rata. Ya, ini lakon kiyai yang milenial dan berpikir lompatan jitu.

Guru-guru terbaik dari berbagai daerah di nusantara direkrutnya demi mempertahankan kualitas kelulusan santri Pontren BIMA. Semua pasilitas guru Pontren BIMA KIJ yang menanggungnya. Tugas guru mentransper ilmu pada santri Pontren BIMA dengan maksimal. KIJ punya konsep lebih baik  merekrut guru berkualitas luar biasa, karena kualitas gurulah yang menentukan kualitas santri.
Santri di Pontren BIMA ini juga diarahkan untuk melanjutkan studinya sesuai kemampuan dan bakat minatnya. Ada yang memilih Timur Tengah, Eropa, Asia dan Nusantara.Tiap tahunnya Alumni santri pontren BIMA selalu mengharumkan almaternya. Ternyata Pak Kiyai Imam Jazuli juga konsultan pendidikan Pontren yang mumpuni. Terbukti “KIJ” salah satu Putra terbaik Indonesia pertama yang juga alumni al azhar, Cairo, Mesir membawa hadirnya Pontren Turki Sulaimaniyah ke Nusantara yang pada akhirnya keberadaan Pontren Luar Negeri ini diterima di seluruh Indonesia termasuk Aceh.

Sang KIJ juga paling produktif menulis opini diberbagai media nasional dan internasional, kami sering mendapat kiriman opini beliau yang dimuat di media nasional. Ulasan yang disampaikan nendang banget. Beliau juga salah satu kader Nahdliyin yang sangat luas jaringannya. Krue semangat semoga Kiyai Imam Jazuli selalu melahirkan gagasan besar demi kemauan Pontren di Nusantara. Kami selalu mendapat informasi terkait kemajuan Pontren BIMA termasuk kiprah Alumni-nya di Eropa.Saya membayangkan 10 Tahun kedepan Alumni BIMA akan menjadi tokoh penting di nusantara, wabil khusus Cirebon. Kini alumninya sedang mengenyam study S1 dan S2 di Mesir, Sudan, Inggris, Amerika, Turki, Australia, Maroko serta berbagai Univ Ternama di Nusantara. Pontren BIMA keren. Kami salut atas dedikasi sang kiyai yang sangat ramah dan tampil sederhana. Sukse terus pak Kiyai.

*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Mantan Aktivis`98, Dosen Legal Drafting FSH UIN Ar-Raniry, Ketua Komite Dayah terpadu Inshafuddin