Oleh: Muhammad Syarif,SHI.M.H*
Perayan HUT Kota Banda Aceh ke-815, tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya. Bukan tanpa sebab, dentingan melodi HUT Kota Banda Aceh kali ini, terasa sayup-sayup, bahkan hampir tak terdengar. Ini semua akibat pendemi covid-19 yang telah menjadi kelabu nasional. Nuansa guyup dan kemeriaahan HUT Kota Banda Aceh yang jatuh setiap tanggal 22 April, tahun ini benar-benar sunyi- senyap.
Pandemi covid-19, tamu yang tak diundang membuat alam jagat raya bergemuruh dan kelabu. Puluhan Juta nyawa manusia se dunia melayang seketika. Imbasnya Nusantara dan Kutaraja membatasi berbagai aktifitas yang bernuasa keremunan massal. Mestinya Rabu, 22 April 2020, menjadi perayaan tahunan Pemerintah Kota Banda Aceh, mengulas kilas balik kemajuan Banda Aceh dari masa-kemasa. Milad ke-815 Tahun Kota Banda Aceh adalah memasuki episode ke tiga tahun Bapak Aminullah Usman dan Zainal Arifin dalam memimpi Kota Banda Aceh. Itu artinya masih ada sisa kepemimpinan dua tahun lagi.
Banda Aceh yang lahir sejak 22 April 1205 M, telah dikenal sebagai Pusat Pemerintahan Aceh yang mashur kala itu. Merujuk pada tulisan Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo tahun 2006 tentang Kerajaan Aceh Darussalam mengatakan, kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh ini tidak lepas dari eksistensi Kerajaan Islam Lamuri. Salah seorang sultan yang terkenal dari Kerajaan Islam Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap sebagai moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda.
Akhir abad ke-15 pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam, Banda Aceh sekarang. Sementara mengenai Lamuri atau sebagian ada yang mengatakan Lam Urik, saat ini terletak di kawasan Aceh Besar. Merujuk pada catatan Dr. N. A. Baloch dan Dr. Lance Castle, yang dimaksud dengan Lamuri yaitu Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang). Jejak kerajaan ini kembali ditemukan saat ini di perbukitan Lamreh.
Dari catatan tersebut, diketahui istananya dibangun di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di Kampung Pande atau sering disebut dengan "Kandang Aceh". Masa pemerintahan Sultan Alaidin Mahmud Syah, istana Kerajaan Aceh dibangun ulang di seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia (dalam kawasan Meuligoe Aceh atau Pendopo Gubernur sekarang). Selain itu, beliau juga mendirikan Masjid Raya Baiturrahman pada tahun 691 H. Banda Aceh Darussalam dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dan sekarang ini merupakan ibukota Aceh.
Banda Aceh yang merupakan ibu kota Provinsi Aceh yang tidak jarang dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun mancanegara. Saat ini Banda Aceh dikenal kota “Zikir”. Tradisi Zikir yang digagas oleh Bapak Walikota Banda Aceh, H. Aminullah Usman dan Wakil Walikota Banda Aceh, Zainal Arifin, semakin menggema “bansigoem donya”. Berbagai terobosan terus dilakukan terutama aspek pelayanan publik, pendidikan, keagamaan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi.
Langkah-langkah strategis dan taktis terus dilakukan, guna mewujudkan mimpinya. Banda Aceh Gemilang dalam bingkai syari`ah adalah “Ijtihad birokrasinya”. Tentu membangun negeri tidak semudah menyulap, “sim salaben abra kadabra”. Butuh proses dan komitmen bersama. Selaku ASN yang terus mempelajari gestur dan ijtihad birokrasi “AZ”, sepertinya dua tokoh ini, telah menemukan panggung utamanya. Diantara komitmen politik yang telah ditunaikannya antara lain; kehadiran Mal Pelayanan Publik, Santunan Kematian, pengurangan angka kemiskinan, Tata Kelola Pemerintahan yang Akuntabel, Pembentukan Lembaga Keungan Mikro Syariah, Optimalisasi peran dan fungsi Baitul Mal Kota.
Sementara pemenuhan air bersih menjadi pekerjaan rumah tangga yang kini sedang dan akan terus diupayakan hingga Rakyat Kutaraja merasakan kebahagiaannya. Ditengah pandemi covid-19, tentunya ikhtiar untuk melayani warga dengan sepenuh hati terus diupayakan dengan maksimal, Air lancar mengalir menjadi damb.aan warga di bulan Ramadhan tahun ini yang bertepatan dengan pandemi covid-19.
Selamat Ulang Tahun Kota Banda Aceh ke-815. Pandemi covid-19, tak membuat kita berhenti dalam berkarya. Saya Cinta Banda Aceh. Karnanya, tak ada halangan bagi Birokrat dijajaran kabinet gemilang untuk mengurangi stamina pengabdian dalam melayani warga, walau diakui beberapa pos anggaran kegiatan dipangkas drastis guna dialihkan pada kebutuhan pemenuhan alat pelindung diri kesehatan, social safety net serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha masyarakat yang terdampak covid-19.
*Penulis adalah ASN Kota Banda Aceh dan Sekjend DPP ISKADA Aceh