Dayah, Pemangku Syariat Yang Terabaikan

Oleh Tgk. M Ilham*

Dayah merupakan lembaga pendidikan non formal di aceh yang mengajarkan ilmu agama, peran dayah telah lama mengakar dalam masyarakat aceh, sejak masa sebelum penjajahan hingga menjelang kemerdekaan dayah selalu hadir di tengah tengah ummat, alumni dayah aktif dalam masyarakat sebagai penegak amar makruf nahi mungkar, meskipun saat itu alumni dayah dianggap tidak memiliki masa depan yang cerah, dayah dianggap lembaga pendidikan “kolot” yang tidak terinteragsi dengan kecanggihan zaman, alih alih ingin mencapai kesejahteraan, untuk operasional saja jauh dari kata cukup, belum lagi ekploitasi yang masif dari pihak tertentu, yang menjadikan dayah sebagai “moto gileng” untuk melancarkan jalan politiknya, setelah ia sukses mencapai kursi pemerintahan, dayah tidak lagi msuk dalam program prioritas dalam berbagai kebijakannya dan hal ini sangat merugikan dayah itu sendiri.

Namun demikian, hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi alumni dayah untuk terus bekerja, berbekal ilmu,  keihklasan dan semangat yang diwariskan oleh para pendahulunya, dayah terus bekerja untuk memperbaiki tatanan berama dalam masyarakat, syariat harus terus jalan meskipun tidak ada dukungan riil dan moril dari pemangku jabatan, dayah terus mendidik generasi muda untuk terus belajar, tidak hanya untuk pribadi santri, namun untuk kelangsungan beragama dalam masyarakat.

Syariat islam bagi kalangan dayah bagaikan keutuhan NKRI bagi TNI, suatu tugas yang harus dilaksanakan dalam kondisi apapun dan bagaimanapun, menjalankan syariat islam adalah tugas dari rasul untuk terus disampaikan kepada ummat, karena hidupnya agama hanya dengan ilmu, amal ibadah yang tanpa didasari ilmu, hanyalah bangunan tanpa tiang, tidak bermanfaat sama sekali bagi pelakunya, disinilah peran dayah dalam menjalankan syariat, tauhid, fiqih, dan tasauf merupakan menu utama yang diberikan dayah untuk masyarakat.

Faktanya, kewajiban beragama dan menjalankan syariat adalah tugas bersama setiap muslim, baik kalangan dayah atau non dayah, pemerintah, masyarakat, cendekiawan dan masyarakat awam, selama  kita baligh dan berakal, menjalankan syariat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Jadi bukan tugas sebagian pihak atau kelompok, syariat islam adalah kewajiban bersama, bukan hanya tugas ustazd, tgk atau pemerintah.

Apa itu syariat ?

Syariat berasal dari kata syara’a, artinya masuk, syariat islam adalah terlaksananya perintah allah dan rasulnya, dalam bentuk kewajiban dalan larangan, hubungan manusia kepada allah atau hubungan antar sesame manusia, barangsiapa yang menjalankan kewajibandan menjauhi larangan, maka ia telah menjalankan syariat islam, jadi syariat islam itu bukanlah program pemerintah yang bersifat gagal atau berhasil, tapi syariat islam adalah patuh dan taatnya kita sebagai muslim untuk menjalankan perintah dan laranganNya, jadi jelas, setiap kita adalah pemangku syariat, yang harus dijalankan, baik mendapat dukungan atau tidak, bahkan jika tidak ada dinas syariat islam sekalipun.

Sejak dulu, dayah adalah lembaga yang aktif dalam mengawasi syariat islam di aceh, berbagai problema kemasyarakatan diselesaikan dengan baik oleh kalangan dayah, masyarakat yang meninggal dunia, pembagian harta warisan, sengketa antar keluarga hingga masalah perceraian menjadi menu sehari-hari tgk imam gampong yang notabene lulusan dayah, padahal dulu menjadi imam gampong bukanlah jabatan yang mendapatkan “penghargaan” dari pemerintah, ia dituntut untuk bekerja maksimal dan ikhlash hanya karena allah untuk menjalankan tugasnya, dan ia pun harus sadar, tugas mulia yang ia jalankan juga merupakan dakwah, jalan suci yang rasullullah wariskan kepada ummatnya.

Dalam internal dayah, juga tidak kalah menarik, para abu pimpinan dayah, mempunyai manejemen khusus dalam menjalankan roda pendidikan dayah, khususnya di aceh, para guru dayah mengajar siang dan malam tanpa pamrih, tugasnya bukan hanya mengajar, namun juga menjadi pengawas santri selama 24 jam penuh, menjalankan pendidikan, jamaah dan kedisiplinan adalah hal wajib yang harus mereka tunaikan, ini semua dikerjakan tanpa imbalan, apalagi gaji di akhir bulan, namun   mereka tidak legah dan alpa  dalam menjalankan tugasnya, hal inilah yang menjadi sebab mengapa dayah tetap eksis menjalankan roda pendidikan sejak dahulu hingga sekarang, walaupun tidak adanya anggaran, pendidikan dayah terus jalan hingga melahirkan kader kader baru yang berjuang di tengah masyarakat demi tegaknya syariat islam.

Hal ini berlangsung terus menerus hingga hari ini, bedanya, sekarang telah ada perhatian pemerintah untuk dayah, dayah tidak lagi ompong dalam menjalankan syariat, berbagai dukungan terus dilakukan pemerintah untuk dayah, melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh, pemerintah mendorong dayah untuk terus bekerja agar terus menjadi pelaksana dalam menjalankan syariat islam, Dukungan pemerintah menjadi semangat baru bagi dayah, untuk meningkatkan kinerja, memperbaiki kualitas dan kuantitas, mencetak generasi muda yang bertaqwa kepada allah swt dan rasulnya, sehingga terlaksananya syariat islam di bumi Aceh Darussalam.

Apresiasi yang tak terhingga kepada Dinas Pendidikan Dayah Aceh yang terus membenah dayah agar Go-Public, bukan hanya berperan dalam lingkungan dayah dan masyarakat, namun juga untuk semua golongan, dayah hari ini terus menggema hingga menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk pendidikan anaknya, dayah hari ini juga tidak lagi terlihat kuno dan terbelakang, tapi telah menjelma menjadi lembaga pendidikan yang megah, hingga lebih percaya diri dalam menjalankan pendidikan di ranah lokal maupun nasional.

*Penulis adalah Guru Dayah Alfatani Darussalam, Peserta Pelatihan Menulis Ilmiah yang dilaksanakan oleh Disdik Dayah Banda Aceh, 15-17 Agustus 2022 di Hotel Kyriad Muraya Aceh