Oleh Bung Syarif*
Derasnya informasi di media sosial (medsos) terkadang kita cendrung mengabaikan prinsip dasar moralitas, etika dan norma hukum. Di era digital saat ini, akses internet sangat mudah kita dapatkan. Hanya bermodal sebuah telepon androit, dunia serasa berada dalam genggaman. Kita dapat mengakses media sosial kapan pun dan di mana pun berada. Sebuah perusahaan riset dan pemasaran yang berasal dari Singapura, We Are Social, menyatakan bahwa sejak Januari 2014 pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 72,7 juta orang, dan hampir sebanyak 98% memiliki akun media sosial. Hal ini membuktikan bahwa dunia maya telah memiliki tempat khusus dalam keseharian kita.
Jarimu, Harimaumu
Pernahkah Anda menemui status seorang teman di Facebook, twitter yang berisi curhatan atau keluh kesah? Atau yang lebih parah lagi, status seseorang yang berisi sumpah serapah dan hujatan kebencian dengan bahasa kasar.
Mengapa seseorang lebih mudah mengekspresikan perasaannya lewat media sosial? Bahkan orang yang bersifat pendiam di dunia nyata bisa menjadi pribadi yang bertolak belakang di media sosial. Hal ini disinyalir karena sifat online dari dunia maya yang tidak mengharuskan penggunanya bertatap muka, sehingga pengguna media sosial lebih berani untuk berbicara atau berkomentar. Karena keleluasaan yang ditawarkan, membuat pengguna media sosial sering melupakan etika komunikasi, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat berkembang ke arah katagori kejahatan.
Sama halnya dengan komunikasi di ranah publik dunia nyata, pada media sosial pun riskan menimbulkan konflik. Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE) dibuat untuk mengatur segala hal yang berkaitan dengan penyebaran informasi transaksi elektronik. UU ITE sebagai payung hukum bagi masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berbicara di dunia maya.
Kata-kata yang dituliskan lewat jari jemantik kita, sesungguhnya merupakan cerminan dari kepribadian kita. Jangan sampai status atau komentar yang kita unggah di media sosial justru menebarkan kebencian, menyinggung orang lain, bahkan menjerat kita ke dalam kasus hukum.
Berikut ini saya menawarkan prinsip dasar dalam bermedsos diantaranya;
Prinsip kejujuaran
Dalam setiap postingan kita harus benar-benar menjunjung tinggi keikhlasan dan kejujuran informasi, jangan menyebarkan informasi yang membuat kegaduhan dan hoax, apalagi tendensius dengan menyerang personal orang lain denga cara meyebarkan informasi yang sifatnya fitnah demi mengantam dan menjatuhkan marwah orang lain. Biasanya tradisi serangan fajar, fitnah, hoax dilakoni menjelang pilkada, pileg dan pilpres serta ajang pesta demokrasi pilchiksung di tingkat gampong (desa)
Menjunjung tinggi etika dalam berkomunikasi
Meskipun kita tidak bertatap muka langsung dengan pengguna media sosial lainnya, etika berkomunikasi harus tetap dijunjung tinggi. Status ataupun komentar yang ditulis usahakan untuk tidak menyakiti, melecehkan, merendahkan, memfitnah, maupun melanggar hak-hak orang lain
Selektif dalam menyebarkan informasi
Saat kita menerima informasi menarik dari media sosial, jangan langsung percaya. Sebaiknya cek dan ricek kembali validitas informasi. Jangan sampai kita turut menyebarkan informasi palsu (hoax), yang bisa jadi akan menjerat kita pada kasus hukum.
Tidak menyebarkan rahasia pribadi ke ranah publik
Jangan pernah sekali pun tergelitik untuk mengumbar rahasia pribadi di media sosial. Misalnya curhat masalah rumah tangga atau konflik internal keluarga. Masalah yang kita unggah akan menjadi santapan publik dan orang lain akan menikmatinya layaknya tontonan. Bukannya solusi yang kita dapat, justru kemungkinan besar masalah akan bertambah runyam.
Hati-hati menyebarkan data pribadi
Media sosial sangat rawan dengan berbagai risiko penipuan dan kejahatan lainnya. Sebaiknya kita berhati-hati untuk menyebarkan data, identitas, maupun foto-foto pribadi, supaya tidak mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki niatan buruk. Sebagai bagian dari produk teknologi masa kini, media sosial pun ibaratnya memiliki dua sisi mata pedang. Media sosial hanyalah sarana atau media yang bersifat netral, sedangkan pengguna yang akan memanfaatkannya menjadi sarana pembawa kebaikan atau justru sebaliknya.
Prinsip pahala dan dosa
Setiap informasi yang disebarkan di medsos berpotensi mendatangkan pahala dan dosa. Jangan membuat postingan yang menjurus kepada dosa seperti memposting buka aurat, menyebarkan aib orang lain, fitnah dansebagainya. Karna itu Al-Qur`an memberikan rambu-rambu ungkapan seperti Qaulan Sadidan (ungkapan yang akurat), Qaulan Ma`rufan (ungkapan yang elok), Qaulan Balighan (ungkapan yang ringkas), Qulan Masyuran (ucapan yang ringan dan layak), Qulan Layyinan (ungkapan yang halus), Qaulan Kariman (ucapan yang agung dan mulia), Qaulan Syawira (ucapan yang setara atau adil), Qaulan Az-Zur (ucapan yang dilarang)
*Penulis adalah Kabid SDM dan Manajemen Disdik Dayah Kota Banda Aceh, Mantan Aktivis`98, Penggiat Medsos