Oleh: M. Sanusi Madli (Operator Sidara Dayah Al Athiyah)
Aceh yang pernah dikenang sebagai daerah yang makmur, dengan segudang cerita peradaban yang cemerlang, daerah yang mampu bertahan dari penjajahan belanda hingga Indonesia dinyatakan merdeka, kemampuan diplomasi aceh dalam pentas dunia bukan lah cerita dongeng, kejayaan nya pada abad ke-16 dan 17 M melahirkan cerita tersendiri yang selalu dikenang oleh masyarakat dunia, bahkan dalam sebuah cuplikan film sejarah Turki Sultan Hamid yang diperankan di negara bekas peradaban Ottoman tersebut, menunjukkan keberadaan Aceh masuk dalam kawasan yang mendapat perhatian mereka.
Namun aceh kini jauh berbeda dengan aceh jaman dahulu kala, dulu aceh dengan segudang prestasi, hari ini aceh dengan segudang masalah, mulai dari masalah infrastruktur, kemiskinan, pengangguran, sabu sabu, pendidikan, kebudayaan, hingga korupsi yang terus tumbuh dan berkembang, sementara di sisi lain anggaran otsus telah dikucurkan ratusan triliun namun aceh masih menjadi daerah tertinggal.
Apa yang menyebabkan Aceh seperti saat sekarang ini?
Roda yang terus berputar, seperti bukan lagi terarah ke arah yang lebih baik, bahkan mengalami pemunduran, ada yang berpendapat, aceh menjadi begini akibat terlalu lama dilanda konflik, konflik yang berkepanjangan telah merubah kultur dan kebudayaan masyarakat aceh, cara pandang terhadap masa depan telah kacau semenjak dilanda kehidupan yang penuh tekanan.
Di lihat dari kehidupan sehari hari, masyarakat aceh kini sudah tidak lagi memiliki kultur dan budaya yang kuat, bahkan seiring waktu berjalan, kebiasaan positif dimasyarakat mulai terkikis pelan pelan, pemahaman agama mulai menurun, kesadaran untuk mempelajari ilmu agama pun semakin hari semakin mengalami kemunduran.
Disisi lain, umara (penguasa) dan Ulama terkesan berjalan secara sendiri sendiri, hubungan ulama dan umara tidak selalu harmonis, sehingga untuk perbaikan ummat dan Aceh selalu mengalami hambatan, seperti contoh, Aceh harus terbebas dari korupsi, aturan dibuat, hukum ditegakkan, namun jumlah koruptor tidak juga berkurang, bahkan semakin bertambah, hal ini diakibatkan oleh ketidak hadiran ulama disana, tidak ada penyadaran bagi umara beserta jajarannya, sehingga tidak memiliki kesadaran untuk tidak melakukan korupsi, karena itu kehadiran ulama menjadi penting dalam rangka meningkatkan kesadaran para umara, sehingga para umara memiliki kesadaran untuk tidak melakukan pencurian (Korupsi), tidak melakukan penipuan, suap menyuap serta prilaku buruk lainnya, karena jika itu yang dilakukan maka hukuman akan didapat, baik didunia maupun di akhirat.
Namun karena ulama tidak hadir disana, tentu pemahaman agama para umara juga menipis bahkan tidak ada, bagaimana kita mau bicara hukuman akhirat, pengawasan malaikat kalau mereka tidak beriman, salah satu cara membuat seseorang beriman adalah dengan peningkatan pemahaman agama, yang bisa melakukan ini adalah ulama, meskipun soal keimanan seseorang bukan urusan manusia, tapi urusan Allah, namun secara alami terlihat orang yang beriman adalah orang yang memiliki pemahaman agama yang kuat, meskipun ada juga yang memiliki ilmu agama yang tinggi tapi mencuri, menipu, bahkan melakukan perbuatan tercela, namun ini kasus nya lain lagi, nanti kita bahas di rubrik ulama dan umara penyebab kehancuran.
Umara memiliki kuasa untuk membuat kebijakan, bila ingin umara beserta jajaran nya terbebas dari prilaku yang dapat merusak dan menghancurkan, maka umara punya wewenang untuk membuat kajian setiap pekan yang mengundang ulama untuk mengisi, diluangkan waktu khusus untuk memperdalam ilmu agama dan rutin setiap pekan dikantor kantor pemerintahan, pengajian bisa di isi oleh para teungku teungku dayah, yang kemudian diharapkan dengan adanya pengajian rutin ini, mampu meningkatkan pemahaman agama para umara serta meningkatkan kesadaran untuk tidak melakukan perbuatan tercela, termasuk korupsi, suap menyuap, penipuan dan lain sebagainya, sehingga melahirkan pejabat yang jujur, ikhlas, tawadhuk, zuhud, dan takut kepada azab dan siksaan akhirat.
Bila korupsi telah mampu dihapuskan, umara sudah memiliki prilaku yang baik, memiliki keimanan yang kuat, insya Allah Aceh bisa tumbuh maju dan berkembang, karena sekarang salah satu penyebab Aceh tenggelam karena prilaku pejabat/ umara yang menghancurkan, tidak punya keikhlasan dan memiliki prilaku prakmatis, permisif, adiktif, brutalistik, hedonistik serta materialistik.
Selanjutnya mengubah prilaku masyarakat, untuk mengubah prilaku masyarakat, dapat dilakukan dengan dua hal, pertama dari segi aturan kedua dari kesadaran, aturan dilahirkan dan ditegakkan oleh umara (Penguasa) kedua kesadaran dilakukan oleh ulama, karena itu ulama dan umara harus bersinergi, bila ingin aceh maju.
Aturan tidak akan tegak bila penegak nya bermasalah, aturan juga tidak akan mengubah masyarakat bisa masyarakat tidak memiliki pemahaman dan kesadaran, justru jika pemahaman dan kesadaran tidak ada dimasyarakat, maka lahir prilaku yang melawan hukum atau memberontak, sehingga aturan dibuat untuk dilanggar dan masyarakat bukan semakin lurus malah semakin bengkok, hukum semakin banyak, pelanggar semakin tumbuh, Aceh semakin terpuruk.
Ulama memiliki kedudukan dan menjadi panutan dimasyarakat, karena itu peran ulama dalam membangun masyarakat yang madani sangat lah penting, ulama dapat memberikan pencerahan, mencerdaskan, dan membimbing umat, melalui pengajian pengajian, melalui mimbar mimbar, ceramah dan sarana lainnya, maka seiring waktu berjalan, kesadaran dan pemahaman masyarakat semakin meningkat, kepatuhan terhadap aturan semakin membaik, insya Allah persoalan umara dan masyarakat pelan pelan terselesaikan melalui dua pendekatan, pendekatan hukum dan pendekatan kesadaran.
Dalam upaya membangun aceh kedepan, Aceh yang maju, berperadaban, Aceh yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, maka peran ulama sangat lah penting dan tidak dapat dipisahkan dengan umara.
Mudah-mudahan aceh kembali maju dan mengukir kisah peradaban yang cemerlang dimasa yang akan datang, aceh terus melangkah menuju kemajuan bukan menuju kehancuran, tanggung jawab ini menjadi tanggung jawab bersama, umara dan ulama harus bersatu, bersinergi dan tidak saling menyalahkan, karena dulu Aceh ini maju karena bersatu nya ulama dan umara dalam membangun.
Jika sinergisitas ini tidak terjadi, umara bergerak sendiri, ulama berjalan sendiri, sementara para mafia terus berselancar, koruptor semakin banyak, kemaksiatan di masyarakat terus merajalela, kemiskinan dan pengangguran tidak bisa diatasi, maka tunggulah kehancuran dan aceh akan tenggelam dari peradaban.