Wali Kota Sambut Baik Program Universiti Teknologi Malaysia Di Banda Aceh

Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menyambut baik program kemanusiaan dengan melibatkan masyarakat yang digagas oleh mahasiswa Universiti Teknologi Malaysia (UTM).

Direncanakan, pada 28 April hingga 4 Mei 2019 mendatang, sejumlah mahasiswa dari kampus UTM yang terletak di Kuala Lumpur itu akan melaksanakan Aceh Community Engagement and Humanity (ACEH) Programme di Banda Aceh.

Hal tersebut disampaikan Wali Kota Aminullah saat menerima audiensi delegasi UTM di Balai Kota Banda Aceh, Jumat (21/12/2081). Dari UTM hadir Prof Madya Ahmad bin Haji Khalid selaku penasehat dan Muhammad Zaim bin Akhyak selaku direktur program dimaksud.

Pemko Banda Aceh, kata Aminullah, menyambut baik kegiatan UTM yang disebutnya akan sangat bermanfaat bagi warga Banda Aceh. “Dan tentunya ini juga menjadi ajang sharing informasi dan knowledge antar kedua negara serumpun Malaysia-Indonesia, khususnya Aceh.”

“Kami mendukung penuh dan siap membantu hal-hal apa saja yang dibutuhkan di lapangan nantinya, termasuk memberi kemudahan terkait perizinan dan lain sebagainya. Ini juga bentuk terima kasih kami atas pemilihan Banda Aceh sebagai salah satu lokasi program UTM,” katanya.

Selama mengikuti program tersebut nantinya, wali kota juga mengharapkan delegasi UTM untuk menyempatkan diri berkunjung ke berbagai destinasi wisata yang ada di Banda Aceh. “Kita punya Masjid Raya Baiturrahman, Museum Tsunami, Gunongan, Peucut Kerkhof, Kapal PLTD Apung, hingga makam-makam raja dan ulama besar,” kata Aminullah berpromosi.

“Dan jangan lupa untuk menikmati kopi Aceh yang sudah terkenal di dunia. Motto ngopi di Banda Aceh itu ‘secangkir kopi sejuta cerita’. Cicipi pula ragam kuliner Aceh yang saya labeli 3E; enak, enak sekali, dan enaaak sekali. Ringgitnya juga jangan dibawa kembali ke Malaysia, tapi habiskan untuk memborong souvenir khas Banda Aceh di sini,” pinta wali kota.

Prof Madya Ahmad dari UTM mengatakan, lewat program ini pihaknya ingin berbagi ilmu dan pengetahuan dengan masyarakat Aceh khususnya masyarakat nelayan dan petani. “Kami akan membuat program sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

“Untuk itu, sebelum memulai aktivitas di Banda Aceh, kami meminta restu terlebih dahulu kepada Pak Wali Kota,” ujarnya.

Pengarah program M Zaim menambahkan, program serupa di Indonesia telah sukses mereka gelar di Surabaya dan Pekanbaru. “Rangkaian kegiatannya antara lain fiberglass workshop, pelatihan membuat kompos, tanaman fertigasi, dan program bedah sekolah.”

“Setelah tiga hari berada di tengah-tengah masyarakat, kami akan melakukan lawatan ke sejumlah universitas dan tempat-tempat bersejarah di Banda Aceh. Lalu ada juga sukan rakyat bersama ibu bapak angkat kami yang ada di desa, dan ditutup dengan malam pertunjukan kebudayaan antar kedua negara,” sebutnya. (Jun)