Rumoh Aceh Bermula Dari Banda Aceh

Pemantauan Ketahanan Budaya Kesbangpol Kota Banda Aceh

Rumoh Aceh adalah identitas peradaban Aceh yang masih tersisa. Begitu pentingya merawat dan menjaga Rumoh Aceh, suatu waktu (alm) Prof Ibrahim Hasan mantan Gubernur Aceh ketika akan mendirikan Rumoh Aceh di kediamannya di Jalan Jenderal Soedirman, Geucue berujar singkat:
“ Hilang Rumoh Aceh hilanglah budaya kita”.

Rumah tradisional Aceh yang berkembang di 23 kabupaten kota, khususnya di daratan Aceh adalah pengembangan rumah tradisional dari Banda Aceh. Bila kita ke Taman Ratu Sultanah Safiatuddin maka disana kita bisa melihat bagaimana bentuk rumah tradisional Aceh yang berkembang dari Banda Aceh sampai Singkil.

Dalam situs kebudayaanindonesia.net, disebutkan Rumoh Aceh yang berbentuk rumah panggung dihiasi dengan berbagai ukiran ornamen Aceh yang indah. Keunikan lain dari Rumoh Aceh adalah konsep pemisahan yang sangat tegas antara ruang bagi kaum agam (laki-laki) di depan dan ruang bagi kaum inong di belakang.

Rumoh Aceh yang bertipe tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan untuk tipe lima ruang memiliki 24 tiang. Bahkan salah satu rumoh Aceh (peninggalan tahun 1800-an) yang berada di persimpangan jalan Peukan Pidie, Kabupaten Sigli, milik dari keluarga Raja-raja Pidie, Almarhum Pakeh Mahmud (Selebestudder Pidie Van Laweung) memiliki 80 tiang, sehingga sering disebut dengan rumoh rayeuk Aceh.

Ukuran tiang-tiang yang menjadi penyangga utama rumoh Aceh sendiri berukuran 20 – 35 cm.
Biasanya tinggi pintu sekitar 120 – 150 cm dan membuat siapa pun yang masuk harus sedikit merunduk. Makna dari merunduk ini menurut orang-orang tua adalah sebuah penghormatan kepada tuan rumah saat memasuki rumahnya, siapa pun dia tanpa peduli derajat dan kedudukannya. Selain itu juga, ada yang menganggap pintu rumoh Aceh sebagai hati orang Aceh. Hal ini terlihat dari bentuk fisik pintu tersebut yang memang sulit untuk memasukinya, namun begitu kita masuk akan begitu lapang dada disambut oleh tuan rumah. Saat berada di ruang depan ini atau disebut juga dengan seuramoe keu/seuramoe reungeun, akan kita dapati ruangan yang begitu luas dan lapang, tanpa ada kursi dan meja. Jadi, setiap tamu yang datang akan dipersilahkan duduk secara lesehan di atas tikar.

Itulah Rumoh Aceh, asal mula dari Banda Aceh. (HP)