Madrasah Dan Sejarah Pendidikan Islam Indonesia (Part 2)

KETIKA La Oddang Datu Larompong, Arung Matoa Wajo ke-47, memerintah Wajo dari tahun 1926-1933, beliau memiliki pengetahuan agama yang dalam, karena sejak kecil dididik oleh orangtuanya dalam masalah keagamaan. Beliau disifatkan sering bergaul dengan para ulama seperti, Haji Makkatu, seorang ulama yang sangat tegas dalam memberantas segala kemungkaran dan merintis pengajian yang bersifat kalsikal di Tosora, juga beliau dekat dengan Haji Muhammad As’ad, seorang Ulama Bugis yang lahir di Makkah, ke Wajo pada tahun 1928, sangat berjasa dalam mengembangkan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan dengan mencetak para ulama berkaliber nasional dan internasional.

TERKAIT

Anre Gurutta (AG) Haji Muhammad As’ad memulai pendidikan dengan memberikan pengajian rutin di rumahnya atau di masjid dengan sistem halakah. Materi utamanya dititik-beratkan pada akidah dan hukum syariah. Semakin lama berjalan, pengajiannya semakin terkenal dan didatangi para santri yang dari perbagi penjuru sehingga sistem halakah (mangaji tudang) tidak cocok lagi. Bulan Mei 1930 beliau membuka sistem pendidikan formal dengan bentuk madrasah atau sekolah formal klasikal di samping Masjid Jami’ Sengkang yang diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI). Dua tahun kemudian dibangunlah gedung sekolah secara permanen di samping masjid atas bantuan pemerintah kerajaan Wajo bersama tokoh masyarakat. Beliau juga sebagai aktor dan pelopor pemurnian ajaran Islam dan pembaruan sistem pendidikan Islam modern melaui Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang berpusat di Sengkang. (Ilham Kadir, Jejak Dakwah KH. Lanre Said, Ulama Pejuang dari DI/TII hingga Era Reformasi, 2010).

Para alummni MAI Sengkang, bertebaran mendirikan lembaga pendidikan Islam bercorak pesantren dengan sistem klasikal (modern) di berbagai daerah. Seperti AG. H. Abdurrahman Ambo Dalle mendirikan MAI Mangkoso lalu bersama AG. H. Daud Ismail dan AG. H. M. Pabbajah mendirikan Darul Da’wah wal Irsyad (DDI). AG. H. Daud Ismail juga mendirikan Pesantren Yasrib di Watangsoppeng. AG. H. Junaid Sulaiman mendirikan Pesantren Ma’had Hadits di Watangpone, AG. H. Abd. Muin Yusuf mendirikan Pesantren Al Urwatul Wutsqa di Benteng Rappang, dengan sistem pendidikan dan pemahaman yang secara umum hampir sama karena berafiliasai pada mazhab syafi’i sebagaimana pemahaman Gurutta H. M. As’ad sendiri, kecuali KH. Lanre Said yang Mendirikan Pondok Pesantren Darul Huffadh di Tuju-tuju, Bone, dan KH. Marzuki Hasan pendiri Pondok Pesantren Darul Istiqamah Maccopa-Maros dan Sinjai memiliki sistem dan pemahaman yang berbeda karena tidak berpegang kepada salah satu mazhab.

Sumber: Hidayatullah.com