Kurikulum Dayah Di Aceh Perlu Disetarakan

Sejak dilantik sebagai Kepala Dinas Pendidikan Dayah (Disdik Dayah) Kota Banda Aceh, 23 April 2018, Tgk. Tarmizi M. Daud, S.Ag, M.Ag langsung masuk Kantor yang beralamat di Jalan Sokarno Hatta-Mibo Kecamatan Banda Raya Banda Aceh. Sebagai orang baru ia mengaku mempelajari tupoksi Disdik Dayah. Serta perlu membuka relasi dengan berbagai instansi baik vertikal maupun horizontal. Khususnya membagun relasi yang harmoni dengan para Pimpinan Dayah se-Kota Banda Aceh.

Kita perlu dekati dan silaturrahmi dengan mereka (baca pimpinan dayah). Karena merekalah yang paling paham program dayah. Kita akan beraudiensi dengan para Pimpinan Dayah, sehingga nanti lahir program baru, ungkap Ayah Habibul Akhi.

Menurut Pria kelahiran Pandrah, Bireun 7 Juli 1970. Tugas Disdik Dayah Banda Aceh akan merapikan administrasi manajemen dari sisi regulasi negara. Merancang program demi kesejahteraan para guru dayah dan memfasilitasi Pemenuhan Sarana dan Prasarana Dayah sesuai kemampuan anggaran Pemerintah Kota Banda Aceh.

Saya punya ide bahwa kurikulum dayah nantinya bisa disetarakan dengan Instansi lain (Disdikbud/Kanmenag), sehingga ijazah dayah dapat diakui “paparnya”. Artinya bila alumni Dayah mau melanjutkan lagi ke Perguruan Tinggi tidak menjadi masalah. Untuk itu perlu dibangun kerjasama dengan Kementrian Agama karena mereka yang mengeluarkan legal standing dengan syarat ada kurikulum dan pelajaran yang harus diajarkan di Dayah.

Kandidat Doktor Program Studi Fiqih Modern UIN Ar-Raniry menyebutkan saat ini di Banda Aceh terdapat 35 Dayah, 365 Balai Pengajian, 153 TPA. Kedepan ia punya mimpi ada dayah yang betul-betul menjadi model. Untuk Tahun 2018 beliau mengembangkan program Tahfidz Qur`an pada dua Dayah sebagai role model yaitu Dayah Mini Aceh dan Dayah Mabdaul Ulum Al Aziziyah. Lebih lanjut ia menyebutkan di Banda Aceh sudah banyak lahir rumah Pondok al-Qur`an serta Dayah juga telah membuka program khusus Tahfidz secara mandiri.

Alumni Dayah sejatinya fasih dalam membaca kitab Kuning. Bahkan tradisi Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) sudah menjadi event nasional dan Tahun lalu Aceh meraih Juara Nasional. Tanpa Ilmu nawu saraf, tentu tidak mungkin santri bisa baca kitab tanpa baris atawa kitab gundul.

Ayah delapan putra ini menyadari bahwa yang namanya program itu harus perlahan-lahan. Sesungguhnya pelajaran sekolah sore program diniyah bagi Sekolah Umum yang berlangsung di Banda Aceh, sebenarnya program dayah masuk sekolah. Termasuk ada sekolah yang membuka program pengajian (beut). Nanti kita pertajam kembali sehingga anak didik paham akan Agama. Inilah penting kerjasama dengan berbagai pihak. Oleh karena itu saya mohon dukungan semua pihak untuk saling membantu dan mendukung termasuk media cetak dan elektronik harapnya.

Tgk. Tarmizi M. Daud sebelum menjabat sebagai Kepala Disdik Dayah Banda Aceh, sehari-hari mengisi pengajian diberbagai tempat, khatib jumat dan Hari Raya. Dari delapan anaknya. Satu diantaranya Habibul Akhi berhasil dididik menjadi Hafidz 30 Juz dan saat ini sedang melanjutkan Pendidikan Agama di Turki selama tiga Tahun kosentrasi Qiraatul Sab`ah, dibawah Yayasan Sulaimaniyah Turki, binaan Erdogan.

Selain menjadi dosen UIN Ar-Raniry dan Pengajar di Dayah Inshafuddin, beliau pernah dipercayakan sebagai Sekjend Majelis Syura Aceh, Wakil Sekretaris PB Inshafuddin (2010-2015), Pimpinan Dayah Baitul Falah Imum Mukim Silam, Rais `Am Banda Aceh, Rabitha Taliban Aceh (2008-2011), Komite Penguatan Aqidah Pendidikan Agama Islam (KPA-PAI) Kota Banda Aceh (2012-2015) serta beberapa ormas Islam lainnya. (AZ)