Abon Aziz: Pendidik Ummat Yang Belum Tergantikan

Waktu terasa begitu cepat berlalu, tidak terasa sekitar 30 tahun yang lalu, kita pernah punya sang guru yang meninggalkan begitu banyak jasa dalam menuntun ummat menuju jalan hidup yang rahmatan lil'alamin.

Bukan hanya meninggalkan jasa bagi murid, bahkan selama hidupnya, dia telah menciptakan guru bagi murid-murid yang lain, yang akan memperjuangkan islam di negeri Serambi Mekah. Guru dari murid itu adalah ulama-ulama karismatik yang tersebar seluruh Aceh, bahkan ada yang diluar Aceh, termasuk ke negeri jiran.

Sang guru itu adalah Teungku H. Abdul ‘Aziz bin Muhammad Shaleh, atau lebih dikenal dengan panggilan Abon ‘Aziz Samalanga. Semasa musafir pada tahun 1951, Abon pernah berguru kepada Alm. Syeikh Muhammad Wali Al-Khalidi (Abuya Mudawali), di Dayah Darussalam Labuhan Haji, Aceh Selatan.

Sebelum ke Labuhan Haji, Abon juga pernah diasuh oleh orang tuanya yang merupakan seorang guru sekaligus pendiri Dayah Darul 'Atiq, Jeunieb. Hidup dilingkungan dayah membuat hari-hari masa kecil Abon selalu dihiasi dengan proses belajar. Menurut sebuah sumber, Abon belajar kepada orangtuanya hanya selama dua tahun, dimulai sejak beliau menamatkan Sekolah Rakyat (SR), pada tahun 1944.

Kemudian, Aboh pindah belajar ke Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga. Pada saat itu Dayah MUDI dipimpin oleh Teungku H. Hanafiah (Teungku Abi). Setelah belajar selama 2 tahun di MUDI, tepatnya tahun 1948 Abon kembali pindah belajar ke salah satu dayah yang terletak di Matangkuli, Aceh Utara, yaitu dayah yang pimpin oleh Tengku Ben (Teungku Tanjongan). Setelah 2 tahun di Matangkuli, Abon kembali ke MUDI Mesjid Raya Samalanga untuk mengabdi sebagai guru.

Setelah beberapa tahun mengabdi sebagai guru, pada tahun 1951 barulah Abon memulai perjalanan mecari ilmu kepada Abuya Mudawali di Labuhan Haji, Aceh Selatan. setelah menimba ilmu sekitar 7 tahun pada Abuya Mudawali, Abon kembali lagi ke MUDI Mesjid Raya Samalanga. Pada tahun bersamaan yaitu 1958, pimpinan Dayah MUDI, Teungku Abi meninggal dunia, Maka mulai saat itu diangkatlah Abon penggantinya.

Dibawah kepemimpinan Abon, banyak perubahan terjadi di Dayah MUDI, terutama menyangkut dengan kurikulum. Sehingga dari tangan dinginnya, lahir ulama-ulama karismatik seperti, Tgk. H. Usman (Abu Kuta Kreung), Alm. Tgk. H. Ibrahim Baradan (Abu Panton), Tgk. H. Nuruzzahari Yahya (Waled Nu), Syeik. H. Hasanoel Basri HG (Abu MUDI/ pimpinan MUDI Sekarang) Tgk. H. Muhammad Amin (Ayah Cot Trueng) dan sejumlah ulama besar lainnya.

Sosok Disiplin dan Aktif

Selain dikenal dengan al-Manthiqi (ahli ilmu manthiq), Abon juga sosok yang disiplin dan memiliki semangat luar biasa dalam mengajar. Abon selalu mendahulukan waktu untuk mengajar meskipun punya jadwal lain diluar kesibukannya mengajar. Tidak hanya mengajar dilingkungan dayah, bahkan pada waktu itu, Abon juga membuka pengajian di Jeunieb, dalam seminggu sekali yaitu pada hari Kamis, sehingga balai tempat Abon mengajar di Jeunieb dikenal dengan “Balai Hameh”.

Semangat Abon mengajar tidak pernah lentur, meskipun dalam keadaan sakit, Abon tetap berusaha mengajar. Demikian halnya pada waktu libur bulan Ramadhan, Abon tetap mengajar kepada santri-santri yang memilih menetap di dayah saat musim libur. pada saat libur, Abon tidak membacakan kitab-kitab kelas tinggi, Abon hanya mengajarkan kitab-kitab bagi pemula seperti, Kitab Awamel: sebuah kitab nahu yang lazim diajarkan bagi pemula.

Disamping semangat dalam mengajar, Abon juga sosok yang peduli terhadap ekonomi masyarakat. Bersama dengan santri-santrinya dan juga masyarakat sekitar, Abon menatap kembali perkebunan dan persawahan yang terlantar bertahun tahun. Bahkan Abon membuka jalan menuju perkebunan di Gampong Gle Mendong, Samalanga, untuk memudahkan distribusi hasil pertanian ke pasar.

Bentuk lain kepada ummat, Abon juga pernah terlibat di dunia politik, dengan memberi dukungan kepada Partai PERTI, pilihan kepada PERTI karena partai tersebut berlatarbelakang Ahlussunah wal jama'ah.

Di kutip dari https://lbm.mudimesra.com  dan sumber tambahan lainnya.